Saya “Apriliana Felista Mamis“, keluarga, sahabat dan kenalan biasa menyapa saya dengan sebutan “ Yane/ Mamis (kadang-kadang dipanggil Manis atau Amis,,Eeehhh). Saya berasal dari sebuah kampung di Indonesia Timur (Flores), tepatnya di Manggarai Timur. Kehidupan saya di Pulau Jawa, bisa dikatakan masih seumuran telo… uups… bukan !! maksudnya seumuran jagung (baru7 bulan) .
Meskipun baru sebentar, namun banyak kisah-kisah yang saya rasakan. Kisah ini saya alami, ketika saya berada di Komunitas Postulat-Novisiat St. Theresia Lisieux, Ungaran. Segala kegiatan di komunitas tentu saya ikuti dengan semangat sebagai murid Yesus (cieeeee). Salah satu yang paling mengesan bagi saya adalah kami para calon dari luar pulau Jawa, diperkenankan belajar bahasa Jawa. Pada hari-hari tertentu, kami berdoa Rosario menggunakan bahasa Jawa (biasanya hari selasa dan Minggu). Bagi saya, moment berdoa Rosario tersebut adalah saat-saat yang menegangkan. Tapi, saya mempunyai prinsip dar kalimat Yesus sendiri (Lukas 9: 62) “setiap orang yang membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak bagi kerajaan Allah”.
Okay, back to the topic, tibalah saatnya kami berdoa Rosario menggunakan bahasa Jawa. Awalnya rangkaian Rosario dilaksanakan dengan penuh khidmat walaupun ada sedikit anggukan kepala ke kiri dan ke kanan tanpa jelas (tanda mengantuk), paling tidak semuanya berjalan dengan baik tanpa hambatan. Saat hendak litani, kami mengucapkan litani secara bergilir. Gilirankupun tiba, dengan semangat 45 saya mengucapkan “Sri Yesus, Romaning Tetiyong mlorot”, yang seharusnya “Sri Yesus, Ramaning tetiyang mlarat”. Salah satu temanku tersentak kaget tapi litaninya masih dijawab juga (nyuwun kawelasan). Lah,,,,kukira apa yang kubaca sudah benar .Tanpa ada rasa bersalah, dan dengan semangat yang sama saya lalu mengucapkan “Cempening Allah, ingkang mbirat dosaning jagad” tetapi kubaca “Cempening Allah, engkang mbirat dosaning jogod’. Walaupun hanya sebagian orang saja yang menjawab, tanpa rasa curiga saya mengulangi hal yang sama “Cempening Allah, ingkang mbirat dosaning jagad” tetapi dibaca lagi “Cempening Allah engkang mbirat dosaning Jogod”. Secepat kilat kapel menjadi ricuh ada yang terkekeh di sana sini. Dengan semangat yang menggebu-gebu seorang Suster di samping saya mengatakan “JAGAD! JAGAD! “, barulah saya sadar ternyata saya keliru cara membacanya. Dengan badan yang sudah tak berdaya karena tertawa saya tidak meneruskan lagi membaca litaninya. Oalah…saya kira semua huruf “A” dibaca “O“ Eeeeh ternyata……..Gusti, Gusti nyuwun kawelasan ( heheheheh ).
Namun dari pengalaman singkat dan berkesan ini, saya semakin memiliki semangat untuk maju terus tanpa harus melihat kembali kesalahan yang telah saya buat. “Setiap orang yang hendak membajak namun menoleh ke belakang tidak layak bagi Kerajaan Allah “. Tuhan,,,saya sudah siap untuk membajak……