Finding God in All Things

Aku heran sekali deh sama telinga. Bagian tubuh ini yang paling jarang disanjung-sanjung. Biasanya orang lebih sering berkata, mata kamu indah, hidung kamu mancung, bibir kamu seksi, ataupun kulitmu halus. Pernahkan ada yang mengatakan, telingamu seksi? Atau telingamu menawan? Aku rasa tidak, gumamku dalam hati. Kenapa terjadi diskriminasi? Padahal telinga berperan sangat penting.
Entah sejak kapan aku peduli sekali pada telinga dan ingin mensejajarkannya dengan panca indera lainnya ketika ada seorang pemuda merayu sang gadis pujaan.
Din… Din… Diiiiiiiiiin!!!!!!!!!!!!!
Aih… aku melamun lagi. Kudengar suara lengkingan yang sudah tidak asing lagi di telingaku… Tika, sahabatku. “Eh…ngapain sih kamu, dipanggil dari tadi Cuma bengong doang”. Aku melamun dan memang kurang dengar. Ada apa? Tanyaku. “Ini kukembalikan pensilmu. Makasih ya…” ujar Tika sambil ngeloyor pergi.
Telinga, aku kembali pada telinga. Aku masih belum sepenuhnya bisa menerima keterbatasanku ini. Mataku terpejam, aku kembali mengingat peristiwa 1 bulan yang lalu…
*****************
(Last month)
Namaku Dina murid kelas XII SMA Bendera. Semua tampak indah bagiku apalagi aku memiliki seorang kekasih yang merupakan cowok idola di sekolah dan aku rasa dia cukup mencintaiku. Sampai akhirnya di suatu hari yang panas di pertengahan bulan Desember. Viki, cowokku sedang tidak masuk sekolah karena sedang ikut pertandingan basket antar sekolah di Semarang. Memang sedih karena tidak bisa bertemu dengannya tetapi aku bangga sekali. Banyak orang yang iri padaku. Karena Viki sang idola mau dengan ku yang serba pas-pasan. Kringggg…. Bel sekolah berbunyi… kami bersorak sorai gembira.
Seperti biasa, jika Viki tidak masuk, aku harus rela naik angkot di seberang jalan. Entah apa yang ada dalam pikiranku, saat itu aku merasa jalan depan sekolah cukup sepi. Dengan PD kulangkahkan kakiku… baru separuh jalan… ku dengar orang-orang berteriak memanggil namaku… Din… Din… awaaaassss!!!. Aku menengok ke kanan dan kulihat odong-odong berkecepatan tinggi menghampiriku. Brraaakkk!!!! Dan aku tidak ingat apa-apa lagi.

Ku buka mata, aku ada di ruangan yang serba putih. Tak salah lagi, ini pasti rumah sakit. Ada Mama, Papa, Dea adikku, oma dan opa. Kulihat wajah mereka penuh kelegaan tetapi masih tampak ada kecemasan. Ah… aku masih hidup. Bisa dibayangkan betapa tidak elitenya ketika aku harus meninggal tertabrak odong-odong. Tetapi aku merasakan ada yang janggal, kenapa semua terdengar lembut, terdengar pelan dan jauh sekali. Aku tidak mengerti apa yang mereka bicarakan.
Hari berganti hari… tak terasa sudah seminggu aku di Rumah Sakit. Akupun bertanya pada Mama, “Ma, ko aku kurang bisa denger ya, emang kenapa?, rasanya ga enak.” Mama beranjak dari duduknya dan menghampiriku. “Din, maaf mama belum cerita, kami tunggu kondisi kamu fit dulu. Gimana kaki kamu, masih sakit?”. Suara Mama hanya ku dengar samar-samar. “Maaaa, aku kenapa???”. Mama menangis. Aku juga menangis. Mama mendekatkan bibirnya ke telingaku, “Gendang telinga kamu robek, dokter sudah operasi dan pendengaran kamu berkurang 70%.” Tangisku pun meledak. Kenapa???
Hari – hari di rumah sakit kulalui dengan suram. Aku tidak semangat untuk tertawa. Teman-teman sekolah, para guru, OMK dan Pastor Parokiku menengokku. Tapi ada satu sosok makhluk yang belum kulihat setelah lebih dari 1 minggu aku di sini. Viki!!! Kemana dia?? Teman-temanku hanya mengatakan Viki sibuk latihan. Begitukah?? Lebih penting latihankah daripada aku?
Hari ke 17.
Aku sudah boleh pulang, kakiku masih digips. Telingaku masih sakit. Aku akan menjalani rawat jalan.
*************
Aku berusaha menikmati hariku dengan kepasrahan. Aku sudah putus dengan Viki, yang ternyata malu ketika mendengar aku tertabrak dan menyandang status baru sebagai “hampir tuna rungu”. Kusadari selama ini aku telah bersama orang yang kurang tepat. Sejak aku hampir kehilangan pendengaranku, aku memang sedih. Tetapi aku tahu, Tuhan punya rencana. Aku memang sudah tidak bisa mendengar dengan baik lagi. Namun, banyaknya dukungan, membuatku menjadi kuat. Keluargaku yang tak henti-hentinya mendukungku, guru-guru di sekolah yang baik, teman-teman yang setia, yang rela memberikan pinjaman catatan ketika aku tertinggal. Aku tidak perlu merasa sedih lagi walaupun aku jomblo tapi aku punya banyak orang yang peduli padaku dan aku bahagia karena mereka. Terlebih walaupun pendengaranku terbatas, aku masih bisa mendengar dengan hatiku, perasaanku menjadi lebih peka. Aku bisa mengerti apa yang mereka maksud melalui ekspresi dan gerak-gerik mereka.
*********
(Eight months later)
Hari yang cerah, hari pengumuman kelulusan… Aku… Dina Miracle lulus dengan predikat lulusan terbaik. Wahhh…. Senangnya diri ini sampai mulutku tidak bisa tertutup karena tertawa terus. Aku dan teman-teman merayakan hari kelulusan kami di sekolah. Tentu saja bersama para guru yang selalu setia mendampingi kami selama 3 tahun menghuni dan kadang membuat rusuh sekolah ini.
Ketika sedang asyik bercanda ria sambil minum teh hangat sumbangan Pak Dodo, Kepala Sekolah kami yang baik, tiba-tiba aku merasakan sentuhan lembut pada bahu belakangku. Ketika aku menoleh… Oh my Goodness… Viki Siwalawala… my ex… Satu persatu teman-temanku mundur teratur. Mereka mengerti apa yang terjadi pada kami. Dalam waktu kurang dari 5 menit, temanku sudah lenyap semua. Tinggallah aku dan Viki. Pendengaranku memang tidak bagus tetapi aku bisa melihat wajah Viki yang memancarkan penyesalan. Aku memperhatikan mulutnya yang komat-kamit… ooo…ternyata ia meminta maaf padaku karena telah meninggalkan aku. Akupun menarik nafas dalam dan tersenyum. “Ga apa-apa Vik, aku mengerti kok. Kan kita masih bisa berteman, kamu mau kan??”, tanyaku. Ia pun menjawab dengan semangat, “ya mau banget. Makasih kamu mau maafin aku…. Sekali lagi maaf ya..!!!” “It’s ok… forget it”. Kami pun berjabat tangan tanda damai.
Hari ini dan sepanjang hidupku, ku rasakan berkat Tuhan yang luar biasa. Aku telah mengalami banyak hal dalam hidupku. Akhirnya aku dapat menemukan hidupku kembali. Aku memang memiliki kekurangan.. Tetapi Tuhan telah menggenapkannya dengan kasihNya. Aku bisa menemukanNya di mana saja. Termasuk peda hal yang pada awalnya kuanggap sangat berat. I love You my Lord…

Sr. M. Rita, AK

Like this article?

Share on facebook
Share on Facebook
Share on twitter
Share on Twitter
Share on linkedin
Share on Linkdin
Share on pinterest
Share on Pinterest

Leave a comment