UNCONDITIONAL LOVE

 

 

 

“I’m dreaming of a white Christmas…Just like the ones i used to know….” Lantunan lagu-lagu natal terdengar di setiap sudut yang aku lewati…. Natal hampir tiba.. Kuhitung…22….23…24….25…… OOOO…. 4 hari lagi Natal……Ya sudahlah, toh Natal inipun aku akan tetap sendiri.. Aku baru saja pulang dari kerja. Rumahku dan kantor tidak begitu jauh sehingga kadang-kadang aku memilih untuk berjalan kaki, sekalian olahraga. Aku menyusuri malam yang dingin ini…. jalan tampak lengang dan basah…Ya.. hujan seharian mengguyur kota ini. Malam ini sepi sekali… mungkin orang-orang lebih memilih untuk tetap di rumah bersama keluarga mereka.

Ketika kunikmati suasana malam ini, tiba-tiba kulihat seorang ibu tua di seberang jalan. Ia tampak hendak menyeberang tetapi takut. Tidak ada penyeberangan di sepanjang jalan ini. Tanpa pikir panjang, aku berlari ke arah ibu itu. Si ibu tampak bingung mungkin pikirnya aku penculik. “Ngga apa2 bu… saya orang baik, Ibu mau nyebrang?” sapaku untuk meyakinkan dia. “Iya nak” sahut si ibu. Sambil merentangkan tangan kustop kendaraan di jalan untuk memberi ruang pada kami untuk menyebrang.

Setelah sampai di seberang, ibu itu berterimakasih padaku. “Ibu mau kemana?”, tanyaku. “Saya mau ke toko mainan itu”, tangannya sambil menunjuk sebuah toko mainan di ujung jalan ini. Ia melanjutkan, “saya mau memberi hadiah Natal untuk cucu saya, besok dia datang ke rumah dan saya ingin sekali memebelikan dia mainan”. Aku bertanya-tanya, “kok malam-malam bu? Ini sudah jam 20.00 loh.. kok ngga tadi siang atau sore aja?” Ibu itu tersenyum, tampak guratan-guratan kelelahan di wajahnya, namun ia tampak sangat bahagia. Ibu itu menjawab, “dari pagi pukul 07.00-18.00 saya kerja nak. Saya bantu momong anak tetangga saya yang masih usia 2 tahun. Orangtuanya bekerja. Saya hidup sendiri, suami saya sudah meningal 7 tahun lalu, anak saya sudah berkeluarga. Jadi sambil mengisi waktu, saya mencari uang dengan mengasuh anak tetangga. Lumayan nak, daripada saya nganggur, saya juga pengen bisa kerja biarpun saya sudah tua. Apalagi hampir Natal, saya kangen dengan anak cucu saya. Saya ingin menyiapkan yang terbaik untuk Natal ini.” Seketika, kok dadaku sakit ya….. Rasanya kayak ditusuk-tusuk sama lidi. Ibu tua itupun pamit untuk segera ke toko mainan sebelum toko itu tutup. Akupun melambaikan tangan dan tersenyum. Oiyaaaa…..aku baru ingat sekarang hari ibu. Aku berlari ke arah ibu itu dan mengucapkan, selamat hari ibu dan selamat Natal biarpun aku tau ini belum Natal.

Sesampainya di rumah, aku masih tak percaya mengapa aku mengucapkan selamat hari ibu pada ibu itu. Padahal ia adalah orang asing yang baru pertamakali aku jumpai. Ibu….ya….Ibu…. tiba-tiba aku kangen dengan ibu… Tapi apa ibu kangen denganku? Aku memejamkan mata dan kembali pada kejadian 4 tahun lalu.

“Ibu ngga setuju kamu sama dia, dia itu ngga bener. Dia sering sakaw. Dia pengguna obat, ngapain kamu sama dia? Masa depan apa yang kamu cari?”. Waktu itu, aku berpacaran dengan seorang pemuda bernama Doni, awalnya aku tidak tau kalau dia pengguna obat-obatan terlarang. Aku juga tidak tau kenapa ibu tau tentang Doni. Ternyata, Doni adalah anak temannya ibu. Ibu diperingatkan oleh teman-teman arisannya untuk mencegah hubunganku dengan Doni. Entahlah, akupun merasakan “love is blind”. Saat itu yang ada di otakku, aku tidak ingin berpisah Doni. Akupun bertengkar dengan ibu dan pada akhirnya yang kuingat, kata terakhir yang kuucap adalah “aku benci ibu”.

Sepanjang tahun aku lalui hari dengan penyesalan. Doni meninggal over dosis. Ibu benar, apa yang kuharapkan… Tapi pulangpun aku tak berani. Aku tau, ibu pasti mencari aku. Aku terlalu rapat bersembunyi. Aku pindah ke pulau lain dan memulai kehidupan baruku, bekerja dan menyewa sebuah rumah. Tapi aku tak bisa bohong, aku kangen ibu….

Dua hari berlalu sejak pertemuanku dengan ibu tua itu. Kantorku mulai libur Natal. Diantara para kawanku yang berbahagia hendak merayakan Natal bersama keluarga, aku hanya bisa menahan rasa sedihku, kerinduanku pada keluargaku. Aku harus pulang. Aku kangen ibu, kangen bapak, kangen Sandi adikku. Tapi…. apa mereka merindukanku? Ketika galauku mencapai tingkat maksimal, tiba-tiba aku teringat salah satu perumpamaan anak yang hilang dari Injil Lukas 15:11-32. Pikirku, aku ada di posisi anak yang hilang itu. Aku membayangkan betapa ibu dan bapak mengkhawatirkan keadaanku, aku adalah bagian dari ibu dan bapak. Ya…Aku harus pulang. Saat itu juga aku langsung memesan tiket online, sedapatnya karena mendadak yang penting bisa pulang saat Natal.

Keesokan harinya, setelah dua jam penerbangan, pesawatku mendarat di kota kelahiranku. Hari ini tepat hari Natal. Aku melihat jam, pukul 10.00. Aku langsung berlari menuju keluar dan naik taksi menuju ke rumahku. Hanya kurang 5 menit dari rumah, perasaan aku kembali berkecamuk, iya…enggak…iya…enggak…iya…enggak….mmmmm….iya deh…. Taksipun berhenti tepat di depan gerbang rumahku. Masih sama, ngga ada yang berubah. Setelah membayar taksi, aku memberanikan diri membuka gerbang yang tidak dikunci, mungkin kalau ada tamu biar bisa langsung masuk, pikirku. Samar-samar kudengar alunan lagu Natal dari dalam rumah. Aku menghela nafas panjang dan dengan gemetar tanganku mengetuk pintu…tok…tok..tok…. “Ya sebentar”… terdengar suara dari dalam. Ceklek..pintu terbuka….. “Saaaaaaannntttttiiiiiiiii…….” Ibu langsng memelukku sangat erat seakan tidak ingin aku lari lagi. Aku menangis di pelukan ibu. Ibuuuu aku merindukanmu… Sangat merindukanmu…. Aku merindukan segala tentangmu…. Maafkan aku anak tak tau diri ini……. Lalu akupun merasakan satu pelukan hangat lagi, bapak…. Paakkk… ini aku pulang… Maafkan aku pak, belum bisa buat bapak bangga. Kami bertiga berpelukan di ruang tamu…. Entah berapa lama, yang jelas lama sekali karena kami saling merindukan… Aku sudah pulang.

Kuhabiskan hari-hari liburku di rumah. Setelah berekonsisliasi dengan keluargaku, aku merasakan kedamaian yang luar biasa. Saudara-saudaraku menyambutku dengan sukacita. Tak ada yang mencibirku…. Terimakasih Tuhan untuk Natal terindah ini. Keluargaku adalah hal terindah tempat aku memulai kehidupanku, mengenal Engkau dan aku janji, ngga akan nakal lagi. Now i believe about unconditional love….

Like this article?

Share on facebook
Share on Facebook
Share on twitter
Share on Twitter
Share on linkedin
Share on Linkdin
Share on pinterest
Share on Pinterest

Leave a comment