Berawal dari kegelisahan akan adanya suara yang berbisik lembut, menggema di dalam dada. Si Empritpun mengawali petualangannya. Ia jelajahi angkasa raya tak pantang menyerah. Tantangan demi tantangan mennghampirinya dengan aneka tawaran. Diarahkannya pandangannya pada sekelompok burung gerega yang berkicau bersahut-sahutan sambil berterbangan kesana kemari denga riangnya. Ia tertarik untuk terbang dan bergabung dengan mereka disana. Sembari terbang ia mencoba-coba menyelaraskan suaranya dengan kicauan mereka, jangan-jangan kehadirannya justru merusak Paduan kicauan mereka, suaranya terlalu kecil, nada dan iramanyapun tak berimmbang, makai a mengurungkan niatnya untuk bergabung dengan mereka
Iapun melanjutkan petualangannya dengan lebih semangat
Suatu hari ia mendengarkan kicauan burung kenari yang begitu indah bertengger di suatu pohon yang rindang di sudut bangunan megah. Pikirnya, mungkin disana aku bisa bergabung dalam kicauan yang indah itu. Diamatinya kicauan itu dari kejauhan sambil berdendang menirukannya, namun ternyata tidak klop juga. Di Tengah kegalauannya suara lembut itu kembali berbisik padanya ‘tempatmu bukan disitu”. Benar juga, dia mengiyakan suara itu sambil menganggu-angguk mengisyaratkan bahwa ada kesamaan antara yang diimpikan selama ini dengan suara yang berbisik tersebut. Sejenak ia berdiam diri ddan menimbang-nimbang antara keyakinan yang menggebu dan kenyataan yang seakan mustahil
Dengan tekad yang kuat penuh semangat ia bangkit mencari tahu lebih lanjut. Pengalaman ini membangkitkan ingatan akan Tiga Raja dari Timur yang dibimbing Bintang mencari Yesus yang baru lahir. Buka di istana mewah, ternyata di kendang hina Ia ditemukan. Suara lembut itu seakan Bintang yang membimbing Si Emprit dalam petualangannya ‘Berburu Cinta’. Dalam bimbingan suara lembut akhirnya menemukan sebuah gubug kecil di Tengah kampung. Dilihatnya orang-orang guyub rukun, tidak neko-neko, saling tegur sapa, Nampak Bahagia bukan karena harta, namun karena masih kuatnya semangat persaudaraan, kepedulian, solidaritas dan gotong royong. Semu aini membuat Si Emprit tidak merasa asing, bahkan merasa krasan dan nyaman. Dengan nafas lega ia berujar, “inilah cintaku”. Di sini terpatri hatiku. Bukan aku yang mencariNya, tetapi Dialah Sang Sumber Cinta yang mencariku dan aku berburu untuk mendapatkanNya. “Di sini, dibuatnya sayapku semakin kuat. Kakiku semakin kokoh dan paruhku semakin tajam “. Semakin berani Si Emprit melintasi awan.
Penulis : Sr. M. Lisieux, AK