Sr. M. Lisieux, AK
Melalui langkah-langkah kecil setiap hari tak terasa Tuhan telah menemaniku selama 50 tahun melewati lorong-lorong peziarahan hidup panggilanku dalam Kongregasi Biarawati Abdi Kristus. Syukur dan kagum atas kesetiaan-Nya yang telah rela menyesuaikan kehendak- Nya dengan langkahku yang tidak selamanya tegap dan lurus. Dengan penuh kesabaran dan pengertian aku dibimbing- Nya. Inilah yang membuatku tetap berani melangkah, meretas batas kelemahan dan kerapuhan diri. Di sinilah kurasakan bahwa impianku terjawab oleh jeratan cinta-Nya. “Impian yang saat itu kuanggap mustahil kini diriku telah menjadi seorang suster yang dekat dengan masyarakat, yang hidupnya berbaur dengan orang-orang kecil, dengan tempat tinggal dan rumah sebagaimana umumnya kehidupan masyarakat di desa; menyatu dengan yang dilayani”. Jawaban yang membutuhkan perjuangan panjang. Inilah yang membuatku bahagia dan bangga menjadi bagian dalam Kongregasi Biarawati Abdi Kristrus.
Satu persatu tugas perutusan kuterima dengan aneka bentuk karya, tempat, lingkungan dan tantangan. Apapun bentuk tantangannya, setiap tugas perutusan bagiku merupakan sebuah ungkapan kepercayaan dari kongregasi yang harus kulaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan kesungguhan hati. Namun demikian, bisa kurasakan bahwa dari sederet perutusan yang pernah kuterima, perutusan “kerasulan kehadiran” terasa lebih efektif untuk memberikan sapaan kepada umat atau masyarakat luas karena jarak tidak ditentukan oleh waktu dan hubungan atau relasi kedinasan, tetapi lebih luwes, fleksibel dan bisa menjangkau segala lapisan. Perjumpaan pribadi relatif lebih sering terjadi sehingga bisa saling kenal lebih dekat, suasana persaudaraan terbangun dan interaksi terjadi.
Menjadi suster Abdi Kristus sebagaimana dicita-citakan Bapa Pendiri, dengan menghidupi semangat Maria Hamba Allah haruslah saya perjuangkan terus-menerus. Dalam hidup sehari-hari aku berusaha mengupayakannya dengan mencoba menghidupi semangat kesederhanaan Bunda Maria yang lahir dan mengalir dari kesederhanaan iman dan sikap kontemplatifnya dengan mencoba memaknai dan mensyukuri setiap peristiwa sekecil apa pun yang kualami setiap hari. Secara konkret kuwujudkan dengan membangun hidup produktif daripada konsumtif dengan memaksimalkan penggunaan barang yang ada atau tersedia.
Demikian juga keteladanan St. Theresia dari Kanak-kanak Yesus akan kedekatannya dengan Tuhan bagaikan anak dan ayah, begitu akrab, polos, spontan, apa adanya menginspirasiku dalam dan melalui apapun bertemu dengan Tuhan. Dengan ini aku merasa tidak sendirian, Yesus menjadi sahabat dalam perjalanan peziarahan panggilanku. Kusadari Ia selalu hadir dalam setiap langkah dan situasi hidupku. Pengalaman ini mengantarku ke penghayatan doa Aku Percaya.
Terima kasih atas rengkuhan kongregasi yang menjadi dukungan panggilan hingga setia sampai sekarang. Rengkuhan ini secara nyata kurasakan melalui kesempatan-kesempatan yang disediakan oleh kongregasi dalam bentuk olah rohani (retret, rekoleksi, penyegaran rohani), kesempatan pengembangan diri melalui studi, kursus-kursus. Berbagai macam fasilitas yang disediakan oleh kongregasi untuk mendukung hidup panggilan dan perutusan (rumah biara dengan segala fasilitas yang dibutuhkan, tugas yang sudah disiapkan tanpa harus bersusah payah mencari dan melamar pekerjaan, yang sekaligus menjadi sumber penghasilan untuk menopang kehidupan para suster.
Melalui Tim kesehatan dan pangruktilaya kongregasi merengkuh di kala sakit, bahkan sampai saat Tuhan memanggil. Dengan itu semua aku semakin disadarkan bahwa diriku adalah milik kongregasi, menjadi bagian dari kongregasi. Menyadari hal ini, maka aku merasa ikut bertanggung jawab terhadap perkembangan dan masa depan kongregasi, antara lain dengan ikut terlibat dalam mencari calon-calon Abdi Kristus serta memberi masukan – masukan yang berguna bagi perkembangan kongregasi, baik menyikapi hidup keseharian dengan peristiwa-peristiwa dan hal-hal kecil yang kualami. Pendek kata di mana pun, dalam peristiwa apa diminta maupun tidak (Konst 146).