Sr. M. Sipriana, AK
Tanpa terasa perjalanan panggilan hidup membiaraku sudah mencapai 40th. Perasaan yang paling dominan muncul adalah rasa bangga. Selain rasa bangga, muncul juga rasa syukur, bahagia dan sukacita atas rahmat yang boleh kualami hingga mencapai usia 40th hidup membiara. Syukur untuk kasih persaudaraan yang kualami dengan para suster dalam Kongregasi Biarawati Abdi Kristus yang telah menerimaku apa adanya dengan kasih yang luar biasa. Melalui kasih dari para Suster aku merasa damai, tenteram dan bahagia. Usia 40 tahun membiara terasa begitu singkat, karena hari demi hari aku diajak untuk senantiasa mengasihi Dia dengan lebih sungguh dan semakin mendalam. Hal ini tentu tidak mudah, membutuhkan suatu perjuangan yang terus menerus harus diusahakan dengan bekal kesabaran, ketekunan dan kesetiaan. Ini semua menjadi bekal hidup panggilanku untuk tugas perutusan hingga saat ini.
Di saat usia semakin senja dan raga yang semakin lemah, justru membuatku makin berserah pada Tuhan. Tuhan Yesus menjadi sahabat dekatku yang selalu menemani perjalanan hidup panggilanku. Seperti yang disabdakan oleh Tuhan Yesus “kalian memperoleh dengan cuma-cuma maka berikanlah pula dengan cuma-cuma pula” (Matius 10:8). Tuhan sendiri yang mengatakan ini kepada para murid-Nya, Ia juga memberikan kabar baik pada para Murid-Nya termasuk aku bahkan pesan ini dilanjutkan oleh Gereja.
Kita mencintai orang lain karena Tuhan lebih dulu mencintai kita. Aku diajak untuk senantiasa berbuat baik untuk mendapatkan sesuatu yang lebih berharga tentunya itu semua dapat terjadi karena Tuhan yang telah memampukanku untuk berbuat sesuatu, mencintai dengan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan. Tidak semua pengalaman hidup membiara yang kualami itu menyenangkan, ada saat-saat di mana aku merasa jauh dari Tuhan. Namun, ada pengalaman yang cukup mengesan dalam hidup panggilanku, yaitu ketika bertugas di Seminari Tinggi Kentungan. Pengalaman pertama saat mengalami bencana alam, yaitu gempa bumi di wilayah Yogyakarta dan pengalaman kedua adalah erupsi Gunung Merapi. Hal itu menjadi pertanda bagiku untuk berhati-hati dan waspada agar tidak bingung dan siap menghadapi kenyataan. Menjadi relawan selama tiga minggu bersama dengan Komunitas Seminari Tinggi Kentungan membuatku merasa ringan, walaupun harus bangun pagi pukul 01.00 wib untuk memasakkan lima ribu orang. Dalam sehari kami harus membungkus 3x nasi bungkus untuk para pengungsi, dan itu semua dapat kami jalani dengan penuh sukacita. Yang ada dalam pikiran kami adalah membantu melayani saudara-saudari yang sedang tertimpa musibah, dan tidak memikirkan diri sendiri.
Semua pengalaman dapat kujalani dengan tekun dan setia. Setiap hari ada banyak sumbangan yang datang dan banyak kenalan datang dari mana-mana membantu untuk orang-orang yang mengalami musibah. Anehnya, aku merasa sangat kuat, dan bersemangat 45 melayani sesama karena bekerja bersama sahabat terdekatku, yaitu Yesus yang selalu melindungi, menjaga dan memberi semangat sampai selesai. Dari-Nya aku diberi kekuatan sampai saat ini dan masih dapat berdiri tegak. Sungguh-sungguh pengalaman yang luar biasa, karena banyak hal yang kudapatkan berkat penyertaan Tuhan dalam hidupku. “Aku telah diberi dengan cuma-cuma maka akupun harus memberikan dengan cuma-cuma pula”